Selasa, 22 Februari 2011

pemecahan masalah


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Matematika sebagai suatu ilmu memiliki objek dasar abstrak yang dapat berupa fakta, konsep, operasi, dan prinsip. Dari objek dasar itu berkembang menjadi objek-objek lain, misalnya pola-pola, struktur-struktur dalam matematika yang ada dewasa ini. Pola pikir yang digunakan dalam matematika itu adalah deduktif atau deduktif aksiomatik (Sumarno dan Sukahar, 1996 : xiii).
Matematika sebagai ilmu dasar begitu cepat mengalami perkembangan, hal itu terbukti dengan makin banyaknya kegiatan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Disamping itu, matematika juga sangat diperlukan siswa dalam mempelajari dan memahami mata pelajaran lain. Akan tetapi pada kenyataannya banyak siswa merasa takut, enggan dan kurang tertarik terhadap mata pelajaran matematika. Banyak siswa yang kurang tertantang untuk mempelajari dan menyelesaikan soal-soal matematika, terutama soal-soal cerita. Selama ini metode yang dipergunakan dalam pembelajaran soal cerita dalam matematika pada kelas III SD Tambakaji 05, masih menggunakan metode ceramah dan latihan, sedangkan soal cerita dalam matematika itu sendiri merupakan kegiatan pemecahan masalah. Berpijak pada permasalahan tersebut, maka guru merasa perlu untuk berupaya memperbaiki metode pembelajarannya. Salah satunya adalah menggunakan metode pemecahan masalah.

Johnson dan Rising dalam Ruseffendi (1997 : 28) mengemukakan bahwa matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan symbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol, mengenai ide (gagasan) daripada mengenai bunyi. Kemudian Kline dalam Ruseffendi (1994 : 28) mengemukakan matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam. Berpijak dari pengertian-pengertian di atas, maka matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi melalui bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman penalaran sehingga siswa mampu menyelesaikan permasahan hidup sehari-hari. Menurut kurikulum 2004, matematika merupakan suatu bahan kajian
yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga keterkaitan antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas. Dalam pembelajaran matematika agar mudah dimengerti oleh siswa, proses penalaran induktif dapat dilakukan pada awal pembelajaran. Kemudian dilanjutkan dengan proses penalaran deduktif untuk menguatkan pemahaman yang sudah dimiliki oleh siswa. Tujuan pembelajaran matematika adalah melatih dan menumbuhkan cara berpikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri sesuai dalam menyelesaikan masalah (Depdiknas, 2003 : 6). Berpijak dari uraian di atas, maka di Sekolah Dasar, khususnya kelas III terlebih dahulu siswa diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda sehingga keaktifan siswa dalam proses belajar terjadi secara penuh. Bruner dalam Ruseffendi (1994 : 109-110) mengemukakan bahwa dalam proses belajar siswa melewati 3 tahap yaitu :
1) Tahap enaktif
Dalam tahap ini siswa secara langsung terlibat dalam memanipulasi objek.
2) Tahap ikonik
Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan siswa berhubungan dengan mental, yang merupakan
Crow and Crow, dalam Erman Amti (1992 : 2) mengemukakan bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang baik pria maupun wanita yang telah terlatih dengan baik dan memiliki kepribadian dan pendidikan yang memadai kepada seorang dari semua usia untuk membantunya mengatur kegiatan, keputusan sendiri dan menanggung bebannya sendiri. Kemudian Jones dalam Djumhur dan M. Surya (1975 : 10) mengemukakan bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu-individu dalam menentukan pilihan-pilihan dan mengadakan berbagai penyesuaian dengan bijaksana dengan lingkungan. Bimbingan belajar adalah layanan bimbingan yang memungkinkan siswa mengembangkan diri dengan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajar atau dapat pengatasi kesulitan belajar dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika (Heru Mugiarso, 2004 : 17).
Dalam mencapai tujuan pembelajaran matematika digunakan suatu strategi yang mengaktifkan siswa untuk belajar. Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar matematika, guru hendaknya memiliki dan menggunakan metode atau strategi yang banyak melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa dan materinya. Adapun metode yang direkomendasikan dalam pembelajaran soal cerita adalah metode pemecahan masalah. Tahapan penyelesaian masalah dapat diskemakan sebagai berikut :

Analisis > Rencana > Penyelesaian > Penilaian

1. Analisis
Memperoleh gambaran lengkap dari apa yang diketahui dan apa yang dipermasalahkan.
2. Rencana
Mengubah permasalahan menjadi sebuah masalah atau soal yang penyelesaiannya secara prinsip dapat diketahui
3. Penyelesaian
Melaksanakan rencana pemecahan yang dituliskan dengan jelas dalam bentuk pengerjaan dan hasil.
4. Penilaian
Memeriksa, apakah masalah sudah diselesaikan dengan tuntas dan layak sebagai jawaban pertanyaan atau penyelesaian masalah. Sukirman dalam Ruseffendi ( 1997 : 10.9 – 10.11).

Mengacu pada pendapat Bruner, bahwa di dalam pembelajaran matematika harus menggunakan tahapan-tahapan tertentu dan pendekatan kontekstual. Maka sebelum siswa menyelesaikan soal cerita, terlebih dahulu diadakan tanya jawab yang mengarah pada pemecahan penyelesaian soal
cerita sebagai berikut :
1) Tahap enaktif
Guru mengadakan tanya jawab, contoh :
Guru : “Berapa uang sakumu, Vera ?”
Vera : “Empat ratus rupiah, Bu”
Guru : “Sekarang kamu Rian, berapa uang sakumu ?”
Rian : “Lima ratus rupiah, Bu”
Guru : “Vera mempunyai uang empat ratus rupiah. Rian mempunyai uang lima ratus rupiah. Bila disatukan ada berapa uang saku mereka ?”
Siswa : “Sembilan ratus rupiah”.
Di dalam tahap enaktif adanya pengalaman langsung dan alat peraga yang berupa uang.
2) Tahap ikonik
Guru mengadakan tanya jawab seperti di atas tetapi pada tahap ikonik dimanipulasi dengan menggambar himpunan di papan tulis seperti berikut :











gambar di yg paling atas

Di dalam tahap ikonik adanya manipulasi benda asli dengan tiruan.
3) Tahap Simbolik
Guru langsung menggunakan lambang bilangan karena pada tahap ini siswa sudah mampu menggunakan notasi dan berpikir abstrak.
Rp. 400,00 + Rp. 500,00 = Rp. 900,00

Soal cerita dalam pembelajaran matematika adalah bentuk soal non rutin karena merupakan kegiatan pemecahan masalah. Dalam menyampaikan soal cerita, siswa harus :
1) Mengerti soalnya dan mengetahui dengan jelas apa yang ditanyakan
2) Dapat menuliskan kalimat matematikanya dalam bentuk kalimat bilangan dengan salah satu peubah (biasanya n)
3) Mencari bilangan yang membuat hal itu menjadi benar (berapakah n)
4) Menjawab pertanyaan dalam soal cerita itu menggunakan bilangan yang diperoleh (Hambali dan Siskandar, 1993 : 43 – 44)

Langkah-langkah di atas dalam pembelajaran soal cerita di kelas III sebagai berikut :

Contoh soal :

Suatu pertandingan sepak bola dihadiri 2.750 penonton putra dan 4% penonton putri. Sebelum pertandingan berakhir, jumlah penonton yang telah pulang 372. berapa orang jumlah penonton yang pulang setelah pertandingan berakhir ? (Supardjo, 2004 : 74) Dalam hal ini perlu dibiasakan untuk menulis terlebih dahulu :
1) Apa yang diketahui
Banyak penonton putra 2.750 orang
Banyak penonton putri 496 orang
Penonton yang pulang sebelum pertandingan berakhir 372 orang
2) Apa yang ditanya
Berapa jumlah penonton yang pulang setelah pertandingan berakhir
3) Menulis kalimat matematikanya
2.750 496 – 372 = . . . .
4) Menjawab pertanyaan dan mengkomunikasikan hasilnya
2.750
496 +
3.246
372 -
2.874



Jadi penonton yang pulang setelah pertandingan ada 2.874 orang. Selain metode dalam pembelajaran soal cerita diperlukan adanya penggunaan media yang tepat. Adapun media rekomendasikan dalam
pembelajaran soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah adalah :
1) Media tiga dimensi realita berupa mata uang
Penggunaan mata uang dalam pembelajaran soal cerita selain guru yang menggunakan, siswa juga diberi kesempatan untuk menggunakan sendiri.
2) Media visual diam yang berupa lembar kerja siswa
Lembar kerja siswa dibuat oleh guru, yang memuat perintah dalam mengerjakan dan soal cerita sebagai latihan yang harus diselesaikan siswa.
3) Media visual diam yang berupa kertas manila bertuliskan soal cerita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NUSA EMASU

KeNaL! diRi_Q

aku jiwa yang setengah mati
terkubur oleh ego pribadi
kini ku yang tersisah hanyalah mati........