Sabtu, 24 Juli 2010

balasan untuk kawan "si Kapitan MERAH"

Lembar tua bertitelkan “KAPITAN MERAH” mengantar suara dari seberang…..

Lewati subuh ia datang bersama fajar,

bait katanya menyatu dalam cahaya menghampiriku di sudut kamar

memenuhi hampir separuh raga hingga memaksaku menyudahi mimpi yang belum sempat usai….

Kawan itu datang…

Mengabarkan suara yang terhimpit di antara tebing,

Namun bagaimana ku mampu menjulurkan seutas tali

Sedangkan kami disini seolah tenggelam dalam lumpur….

Kawan….

Dari genangan lumpur itu kami bersuara

Lama kami merindu, sejatinya rindu…..ibarat nelayan merindukan sampan, ibarat petani merindukan arit, ibarat bayi merindukan setetes susu……seperti itu pula kami merindu, merindu titah bebaskan suara ….untuk mampu berteriak tanpa di kekang, untuk mampu berkata tanpa di bungkam, untuk mampu menda’wakan titah Pandita yang lama tertutup oleh debu zaman di negeri sendiri.

Kawan….

Di negeri ini….

Disaat isyarat lambaian gadihu ma’a lawa hinia huai menjadi nyata, haita namalatu menjadi saksi melimpahnya rezky.,,ups….maaf ….hanya nostalgia sesaat menyenangkan hati yang merindu.

Itu dulu….
di saat mereka yang kini tertidur menggenggam zaman……

Kini, di negeri ini….

Kita mewarisi cerita dari mereka yang tertidur pulas

Di negeri yang tergadaikan, titah menjadi barang langkah untuk di emban

Kini, di negeri ini….

Kita di dendangkan melodi memekakan telinga.,

terlalu sering hingga bocah pun nyenyak dalam tidurnya yang hampa.

tabuhan tifa pengiring dendang dalam bait lani pun kian menjadi pudar….


Duhai Engkau yang terlelap di antara kami

Bangunlah dari tidurMu…

Lewat air mata kami, Di atas ketinggian Waelurui telah Engkau dengar kisah ini

Lewat rintihan kami, apakah belum sanggup menggetarkan permadaniMu di puncak Alaka?

Dan perjuangan ini belum berakhir….

Pendakian ini masih berlanjut hingga nanti ku menggapaiMu

Di kota-kota terindah yang perna ku dengar lewat cerita ibu

Bangun…..dan ambil kembali kisahMu

Urai semua kekusutan negeri ini

Dan rajut kembali kisah yang lama tenggelam

Di Negeri yang tergadaikan oleh nafsu duniawi…….


Sisi lain ku bercerita…

Nurani mu kawan si Kapitan Merah yang terurai dalam bait puisi

Menyapa kala diri menyendiri di seberang…

Memandang jauh ke titik jingga ku berdiri tegak di tepian losari

Berharap pijakanku benar adanya

sesuai petuahMu, petuah dari yang kini meninggalkan sebongkah tanah

di antara makam para sultan….


Untuk Kawan di seberang yang mengatasnamakan “Kapitan Merah”
Dari “Pauwa Maralessy Wa’a Nusa Ri Malombassi Daeng Matawa”

1/4 malam

1/4 malam cerita terurai

pena enggan menorehnya

kisah ku terlalu pekat untuk dituang

jemari ku pun terayun pelan

huruf menyambut kata

kata menyambut kalimat

kalimat menyambut maksud

inilah cerita ku

di waktu malam tak lagi berbintang

di waktu malam tanpa rembulan

di pundak bukit ku tengadah

mencari bintang yang hilang



semua kembali asing

tak kala jiwa terpasung dalam sunyi

hhhhhhhhh.............

ku ingin berdiri hingga hilang kepenatan ini

kalaupun Rabb ingin menjamu ku dengan cawan indah-Nya

walau itu pahit, akan ku teguk secangkir takdir-Nya itu

hingga dalam dan hanyut bersama gelap-Nya malam ini

di Bumi-MU

Di Bumi-Mu....

Aku Terhempas

Terurai semua asa

hilang entah ke mana


Di Bumi-Mu....

Aku merintih

Jiwa yg dulu tegar

kini berganti rapuh

saat asa itu kian suram


Di Bumi-Mu...

Ku terpuruk

dalam....

dalam....

dalam....

Pekatx Malam-Mu

dan di sini

di Bekas Pijakan-Mu

ku terhempas ke

tepian karang

yakinku mulai sirna

bersama fajar kemarin



sembah sujudku untuk-Mu Nan Datu'

aku melangkah mundur membawa maaf untuk-Mu





*Renungan Semalam*

NUSA EMASU

KeNaL! diRi_Q

aku jiwa yang setengah mati
terkubur oleh ego pribadi
kini ku yang tersisah hanyalah mati........