Selasa, 22 Februari 2011

ICT

PENGGUNAAN ICT
1. Latar Belakang
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Information Communication and Technology (ICT) di era globalisasi saat ini sudah menjadi kebutuhan yang mendasar dalam mendukung efektifitas dan kualitas proses pendidikan. Isu-isu pendidikan di Indonesia seperti kualitas dan relevansi pendidikan, akses dan ekuitas pendidikan, rentang geografi, manajemen pendidikan, otonomi dan akuntabilitas, efisiensi dan produktivitas, anggaran dan sustainabilitas, tidak akan dapat diatasi tanpa bantuan TIK. Pendidikan berbasis TIK merupakan sarana interaksi manajemen dan administrasi  pendidikan, yang dapat dimanfaatkan baik oleh pendidik dan tenaga kependidikan maupun peserta didik dalam meningkatkan kualitas, produktivitas, efektifitas dan akses pendidikan.
Perkembangan TIK atau multimedia di Indonesia khususnya dalam dunia pendidikan masih belum optimal dibandingkan dengan negara-negara tetangga sepertI Singapura, Malaysia dan Thailand. Terdapat beberapa masalah dan kendala yang masih dirasakan oleh masyarakat khususnya tenaga pendidik dan profesional pendidikan untuk memanfaatkan TIK di berbagai jenjang pendidikan baik formal maupun non formal. Permasalahan tersebut terutama berkaitan dengan kebijakan, standarisasi, infrastruktur jaringan dan konten, kesiapan dan kultur sumber daya manusia di lingkungan pendidikan. Oleh karena itu, berbagai upaya yang telah dan akan dilakukan baik pemerintah maupun masyarakat dalam rangka pemanfaatan TIK dalam pendidikan sangat urgen dan mutlak dilakukan secara terintegrasi, sistematis dan berkelanjutan. Dalam makalah ini khususnya akan dibahas bagaimana kebijakan dan standarisasi mutu penyelenggaraan pendididkan berbasis TIK. Apa standarisasi mutu yang disyaratkan untuk penyelengganan pendidikan berbasis TIK yang efektif dan efisien serta akuntabel.
2. Konsep Teknologi Informasi dan Komunikasi
Secara sederhana Elston (2007) membedakan antara Teknologi Informasi (IT) dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT), yaitu “IT as the technology used to managed information and ICT as the technology used to manage information and aid communication”. Sementara itu, UNESCO (2003) mendefinisikan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai berikut: “ICT generally relates to those technologies that are used for accessing, gathering, manipulating and presenting or communicating  information. The technologies could include hardware e.g. computers and others devices, software applications, and connectivity e.g. access to the internet, local networking infrastructure, and  video conferencing”.
Dalam praktek di lembaga-lembaga pendidikan baik formal maupun non formal, TIK meliputi komputer, laptop, network komputer, printer, scanner, video/DVD player,  kamera digital, tape/CD, interactive whiteboards/smartboard. Dengan demikian, perlu ditegaskan bahwa peran TIK adalah sebagai enabler atau alat untuk memungkinkan terjadinya proses pendidikan dan pembelajaran. Jadi TIK merupakan sarana untuk mencapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri.
Morsund dalam UNESCO (2003) mengemukakan cakupan TIK secara rinci yang meliputi sebagai berikut:
piranti keras dan piranti lunak komputer serta fasilitas telekomunikasi
mesin hitung dari kalkulator sampai super komputer
perangkat proyektor / LCD
LAN (local area network) dan WAN (wide area networks)
Kamera digital, games komputer, CD, DVD, telepon selular, satelit telekomunikasi dan serat optik
mesin komputer dan robot
Sejatinya TIK memiliki potensi yang besar untuk dapat dimanfaatkan khususnya di bidang pendidikan. Rencana cetak biru TIK Depdiknas, paling tidak menyebutkan tujuh fungsi TIK dalam pendidikan , yaitu sebagai sumber belajar, alat bantu belajar, fasilitas pembelajaran, standard kompetensi, sistem administrasi, pendukung keputusan, dan sebagai infrastruktur.
UNESCO telah mengidentifikasi  4 (empat) tahap dalam sistem pendidikan yang mengadopsi TIK, yaitu :
1) Tahap emerging; yaitu perguruan tinggi/sekolah berada pada tahap awal. Pendidik dan tenaga kependidikan mulai menyadari, memilih/membeli, atau menerima donasi untuk pengadaan sarana dan prasarana (supporting work performance)
2) Tahap applying; yaitu perguruan tinggi/sekolah memiliki pemahaman baru akan kontribusi TIK. Pendidik dan tenaga kependidikanu menggunakan TIK dalam manajemen sekolah dan kurikulum (enhancing traditional teaching)
3) Tahap infusing; yaitu melibatkan kurikulum dengan mengintegrasikan TIK. Perguruan tinggi/sekolah mengembangkan teknologi berbasis komputer dalam lab, kelas, dan administrasi. Pendidik dan tenaga kependidikan mengekplorasi melalui pemahaman baru, dimana TIK mengubah produktivitas professional (facilitating learning).
4) Tahap Transforming; yaitu perguruan tinggi/sekolah telah memanfatkan TIK dalam seluruh organisasi. Pendidik dan tenaga kependidikan menciptakan lingkungan belajar yang integratif dan kreatif (creating innovative learning environment) melalui TIK.
Dewasa ini pemanfaatan TIK dalam pendidikan dapat dilakukan melalui berbagai mode yang dikenal dengan Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh (PTJJ). Bates (2005) membedakan pendidikan terbuka, pendidikan jarak jauh dan pendidikan fleksibel sebagai berikut: “Open learning is a primarily a goal. An essential characteristics of open learning is the removal of barriers to learning. In distance learning students can study in their own time, at any place and without face-to-face contact with a teacher. Flexible learning is the provision of learning in a flexible manner”.
PTJJ merupakan alternatif model dalam  proses pembelajaran yang memberikan kesempatan yang luas bagi peserta didik untuk belajar “kapan saja, dimana saja dan dengan siapa saja”.
3. Kebijakan Pemanfaatan TIK Pendidikan
3.1. Tantangan Pendidikan Nasional
Pendidikan nasional memiliki banyak tantangan baik dari sisi input, proses maupun output. Beberapa tantangan pendidikan nasional tersebut adalah sebagai berikut:
Banyak anak usia sekolah yang belum dapat menikmati pendidikan dasar 9 tahun. Anak usia 7 – 12 tahun masih dibawah 80% yang telah menikmati pendidikan (APK SMP 85,22, dan APK SMA 52,2).
Tidak meratanya penyebaran sarana dan prasarana pendidikan/sekolah sebagai contoh: tidak semua sekolah memiliki telepon, apalagi koneksi internet.
Tidak seragamnya dan rendahnya mutu pendidikan di setiap jenjang sekolah yang ditunjukkan dengan masih rendahnya tingkat kelulusan Ujian Nasional dan nilai Ujian Nasional.
Rendahnya jumlah perguruan tinggi baik negeri maupun swasta ( PTN – 82 dan PTS – 2.236 (Dikti,2003))
Rendahnya daya tampung dan tingkat partisipasi kuliah (Daya tampung sekitar 3,2 juta mahasiswa dengan tingkat partisipasi  12.8%. Padahal, Filipina mencapai 32% dan Thailand telah mencapai 30%.
BAN sebagai penentu kualitas pendidikan menginformasikan bahwa hampir 50% pendidikan tinggi berakreditasi C (46,35% program diploma dan 47.97% PTN dan PTS).
Rendahnya Tenaga Pengajar Non Formal (PLS). Kebutuhan guru PLS mencapai angka 519.790 orang. Sementara  yang ada hanya sebesar 113.622 orang  atau 22%. Sehingga diperlukan 406.168 guru atau 78%.  (PMPTK 2006).
Rendahnya tenaga pendidik yang belum memenuhi syarat sertifikasi (dari  2.692.217 orang guru yang ada, 727.381 orang (27%)  memenuhi syarat sertifikasi, sisanya 1.964.836 (73%) belum memenuhi syarat sertifikasi.
Berdasarkan survey HDI th 2005, Indonesia menduduki ranking 112 dari 175 negara (jauh berada di bawah Malaysia dan Bangladesh).
Rendahnya tingkat pemanfaatan TIK di sekolah/kampus (Digital Divide), yang ditunjukkan dengan kondisi dimana tidak semua sekolah mempunyai sarana TIK.  Sekalipun ada, jumlahnya terbatas dan pemanfaatannya masih belum optimal.
3.2. Peran Strategis TIK untuk Pendidikan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan pemanfaatan TIK dalam pendidikan melalui Pendidikan Jarak Jauh  bahwa “(1) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan, (2) Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler, (3) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam bentuk, modus dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan. Jadi sistem pendidikan jarak jauh telah menjadi suatu inovasi yang berarti dalam dunia pendidikan nasional. Sistem pendidikan jarak jauh yang dimulai dengan generasi pertama korespondensi (cetak), generasi kedua multimedia (Audio, VCD, DVD), generasi ketiga pembelajaran jarak jauh (telekonferensi/TVe), generasi keempat pembelajaran fleksibel (multimedia interaktif) dan generasi kelima e-Learning (web based course), akhirnya generasi keenam pembelajaran mobile (koneksi nirkabel/www).
Seperti tercantum secara eksplisit dalam Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2005 – 2009, terlihat jelas bahwa TIK memainkan peran penting dalam menunjang tiga pilar kebijakan pendidikan nasional, yaitu:(1) perluasan dan pemerataan akses; (2) peningkatan mutu, relevansi dan daya saing; dan (3) penguatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik pendidikan, untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu, akuntabel, murah, merata dan terjangkau rakyat banyak.
Dalam Renstra Depdiknas 2005 – 2009 dinyatakan peran strategis TIK untuk pilar pertama, yaitu perluasan dan pemerataan akses pendidikan, diprioritaskan sebagai media pembelajaran jarak jauh. Sedangkan untuk pilar kedua, peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, peran TIK diprioritaskan untuk penerapan dalam pendidikan/proses pembelajaran. Terakhir, untuk penguatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik,  peran TIK diprioritaskan untuk sistem informasi manajemen secara terintegrasi.
3.3. Infrastruktur Jaringan dan Konten TIK Depdiknas
Depdiknas telah memiliki infrastruktur backbone teknologi informasi dan komunikasi yang cukup besar dan siap untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya baik untuk kebutuhan pendidikan, penelitian, maupun adminisitrasi.
Jardiknas dikategorikan kedalam tiga zona, yaitu:
Zona Personal/Komunitas; yang diperuntukkan sebagai akses personal bagi  guru, dosen, dan siswa.
Zona Perguruan Tinggi; yang diperuntukkan bagi seluruh Perguruan Tinggi dan Kopertis; dan
Zona Kantor Dinas/UPT/Sekolah; diperuntukkan bagi sekolah, Dinas Pendidikan Kab/Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, dan Unit-unit Kerja Depdiknas.
Infrastruktur ini akan diisi oleh konten yang dikelompokkan dalam dua ketegori yaitu:
Kontent e-learning; konten e-learning dapat meliputi konten yang dikembangkan oleh Pustekkom, Ditdikdasmen, Ditjen Dikti, Setjen, atau unit-unit lain.
Konten e-administration; e-content administration meliputi online transaction proccessing (OLTP), data center warehouse (DCW) dan online analysis processing (OLAP)
4. Pembelajaran Berbasis TIK (e_Learning)
Cisco (2001) menjelaskan filosofis e-learning sebagai berikut. Pertama, e-learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara on-line. Kedua, e-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer), sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi. Ketiga, e-learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi pendidikan. Keempat, Kapasitas peserta didik amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin baik keselarasan antar konten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas peserta didik yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.
Pembelajaran berbasis TIK atau e-Learning adalah sumber pembelajaran baik secara formal maupun informal yang dilakukan melalui media elektronik, seperti Internet, Intranet, CDROM, video tape, DVD, TV, Handphone, dan PDA
Pola-pola seperti di atas semua berbeda satu dengan yang lain. E-learning lebih luas dibandingkan dengan online learning. Online learning hanya menggunakan Internet/intranet/LAN/WAN tidak termasuk menggunakan CD ROM.
Dalam pembelajaran berbasis TIK terdapat perbedaan komunikasi antara pembelajaran langsung (syncronous) dan tidak langsung (ansyncronous), dengan sebuah terminologi untuk mendeskripsikan bagaimana dan kapan pembelajaran berlangsung.
4.1. Pembelajaran Langsung (Syncronous Learning)
Dalam pembelajaran langsung, proses belajar dan mengajar berlangsung dalam waktu yang sama (real time) walaupun pendidik dan para peserta didik secara fisik berada pada tempat yang berbeda satu sama lain. Sebagai contoh yaitu:
1. Mendengarkan siaran Radio.
2. Menonton siaran Televisi
3. Konferensi audio/video.
4. Telepon Internet.
5. Chatting
6. Siaran langsung Satelite dua arah.
4.2. Pembelajaran Tidak Langsung (Ansyncronous Learning)
Dalam pembelajaran tidak langsung, proses belajar dan mengajar berlangsung dengan adanya delay waktu (waktu yang berbeda) dan pendidik dan peserta didik secara fisik berada pada tempat yang berbeda. Sebagai contoh yaitu:
1. Belajar sendiri menggunakan internet atau CD-Rom.
2. Kelas belajar menggunakan video tape.
3. Presentasi web atau seminar menggunakan audio/video.
4. Rekaman suara.
5. Mentoring tanya jawab.
6. Membaca pesan e-mail.
7. Mengakses content online
8. Forum diskusi
Karakteristik dari pembelajaran tidak langsung (ansyncronous) adalah pendidk harus mempersiapkan terlebih dahulu materi belajar sebelum proses belajar mengajar berlangsung. Peserta didik bebas menentukan kapan akan mempelajari materi belajar tersebut.
5. Standarisasi Pendidikan Berbasis TIK dari SEAMOLEC
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, pasal 35, menyatakan bahwa Standar Nasional Pendidikan (SNP) terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Standarisasi pendidikan mutlak diperlukan untuk menjamin mutu proses dan hasil pendidikan. Pada dasarnya SNP merupakan persyaratan minimum yang ditetapkan UU, namun secara teknis diperlukan perumusan standar mutu dalam sistem pendidikan seperti Sistem Manajemen Mutu – ISO 9001:2008 / IWA 2.
McGee, Carmean dan Jafari (2005) menyatakan pentingnya standard dan spesifikasi dalam pendidikan berbasis TIK, karena memungkinkan terjadinya pembelajaran sebagai berikut: 1) Interoperability, sistem berinteraksi dengan sistem lain dalam organisasi, 2) Reusability, sumber / objek belajar mudah digunakan dalam kurikulum, latat, profil peserta didik yang berbeda, 3) Manageability, sistem telusur informasi tentang peserta didik dan konten, 4) Accessibility, semua peserta didik memiliki kemudahan menerima konten setiap saat, dan 5) Sustainability, teknologi terus berkembang sesuai standar untuk menghindari keusangan.


1.Simpulan dan Saran
Pemanfaatan tekonologi informasi dan komunikasi dalam pendidikan mutlak dilakukan untuk menjawab permasalahan di bidang pendidikan terutama akses dan pemerataan serta mutu pendidikan. Kebijakan dan standarisasi mutu pendidikan menjadi pondasi yang harus dibangun untuk mendukung pendidikan berbasis TIK yang efektif dan efisien. Implementasi pendidikan berbasis TIK dapat dilakukan melalui model hybrid (dual system) yang mengkombinasikan pembelajaran klasikal (face 2 face) dengan belajar terbuka dan jarak jauh (on line). Sedangkan pembelajaran berbasis TIK dapat dilaksanakan secara lansung (syncronous learning) dan tidak langsung (asyncronous Learning). Hal ini tergantung dengan kondisi teknologi dan jaringan yang tersedia. Standarisasi dalam pemanfaatan TIK dalam pendidikan sangat penting untuk menjamin mutu proses dan hasil pendidikan.
Beberapa saran yang dapat dikemukakan untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan pendidikan berbasis TIK sebagai berikut.
1.Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pendidikan baik di sekolah atau perguruan tinggi menjadi hal mutlak mengingat kondisi permasalahan pendidikan yang makin kompleks. Pendidikan berbasis TIK hanya akan berhasil apabila dikelola dan ditangani dengan terencana, sistematis dan terintegrasi.
2.Perencanaan dalam pemanfaatan TIK dalam pendidikan yang integratif meliputi kebijakan, standarisasi mutu, infrastruktur jaringan dan konten, kesiapan dan kultur SDM pendidikan menjadi penting untuk ditata dan dikelola dengan efektif dan efisien.
3.Penyelenggaraan pendidikan berbasis TIK melalui  pendidikan terbuka dan jarak jauh (e-Learning), membutuhkan dukungan dari semua pihak khususnya pemerintah, swasta serta masyarakat untuk mengalokasikan anggaran dan investasi pendidikan yang memadai.
4.Standarisasi mutu penyelenggaran pendidikan berbasis TIK perlu ditindaklanjuti dengan standarisasi konten untuk menjamin kualitas, aksesibilitas dan akuntabilitas program pendidikan berbasis TIK.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NUSA EMASU

KeNaL! diRi_Q

aku jiwa yang setengah mati
terkubur oleh ego pribadi
kini ku yang tersisah hanyalah mati........